Hukum Jualan Online Sistem Dropship dalam Islam
Assalamu’alaikum sobat,
Posting kali ini cukup spesial karena ini artikel yang membahas jawaban yang saya berikan dari pertanyaan teman saya yang menanyakan tentang Jualan Online yang produknya belum dimiliki (pakai sistem dropship) itu hukumnya bagaimana? Boleh ga? Karena ada hadits yang menjelaskan :
Diriwayatkan oleh Abdullah bin Amer, ia berkata:
“Rasulullah SAW bersabda : .. Tidak halal keuntungan apa-apa yang kamu belum menguasai barangnya (menjual barang yang telah dibelinya yang oleh si penjual barangnya belum diserahkan kepadamu) dan tidak halal jual beli apa-apa yang tidak ada di sisimu” (HR. ABU DAUD, Albani: Hasan shohih)
dan dalam hadits lain, Diriwayatkan oleh Hakim bin Hizam radhiallahu ‘anhu, ia berkata:
“Wahai Rasulullah, seseorang datang kepadaku untuk membeli suatu barang, kebetulan barang tersebut sedang tidak kumiliki, apakah boleh aku menjualnya kemudian aku membeli barang yang diinginkannya dari pasar? Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :
“Jangan engkau jual barang yang belum engkau miliki!” (HR. Abu Daud. Hadis ini dishahihkan oleh Albani).
Saya akan menjawabnya,
Sobat perlu mengetahui bahwa salah satu peluang bisnis yang bisa dikerjakan para wirausahawan baik secara offline ataupun online adalah dropshipping, kalau dalam offline kita menyebutnya ‘maklar/perantara transaksi jual beli’. Untuk lebih jelasnya agar lebih paham tentang dropshipping maka akan saya jelaskan secara berurutan.
Penjelasan Tentang Dropshipping
Adanya sistem dropshipping menjadi solusi bagi banyak orang untuk dapat mewujudkan impian menjadi pengusaha sukses. Betapa tidak. Dengan sistem dropshipping, Anda dapat menjual berbagai produk ke konsumen, tanpa butuh modal. Yang dibutuhkan hanyalah foto-foto produk yang berasalkan dari supplier/toko. Anda dapat menjalankan usaha sistem ini walau tanpa membeli barang terlebih dahulu, dan ajaibnya, dropshipper (pelaku dropshipping) dapat menjualnya ke konsumen dengan harga yang dia tentukan sendiri.
Dengan sistem dropshipping, konsumen terlebih dahulu membayar secara tunai atau transfer ke rekening dropshipper. Selanjutnya dropshipper membayar ke supplier sesuai harga beli dropshipper disertai ongkos kirim barang ke alamat konsumen. Dropshipper berkewajiban menyerahkan data konsumen, yakni berupa nama, alamat, dan nomor telepon kepada supplier. Bila semua prosedur terebut dipenuhi, supplier kemudian mengirimkan barang ke konsumen. Namun perlu dicatatkan, walau supplier yang mengirimkan barang, tetapi nama dropshipper-lah yang dicantumkan sebagai pengirim barang. Pada transaksi ini, dropshipper nyaris tidak megang barang yang dia jual. Dengan demikian, konsumen tidak mengetahui bahwa sejatinya ia membeli barang dari supplier (pihak kedua), dan bukan dari dropshipper (pihak pertama).
Keuntungan Sistem Dropshipping
Beberapa keuntungan sistem dropshipping antara lain:
1. Dropshipper mendapat untung atau fee atas jasanya memasarkan barang milik supplier.
2. Tidak membutuhkan modal besar untuk menjalankan sistem ini.
3. Sebagai dropshipper, Kita tidak perlu menyediakan kantor dan gudang barang.
4. Walau tanpa berbekal pendidikan tinggi, asalkan bisa berinternet, kita dapat menjalankan sistem ini.
5. Kita terbebas dari beban pengemasan dan distribusi produk.
6. Sistem ini tidak kenal batas waktu atau ruang, kita dapat menjalankan usaha ini kapan pun dan di mana pun Anda berada karena bisa dikerjakan secara online.
Lalu, bagaimanakah hukum Sistem Dropshipping?
Kita perlu ingat, jangan hanya sebatas memikirkan kemudahan atau besarnya keuntungan. Status halal dan haram setiap jenis usaha yang hendak Anda jalankan harusnya menempati urutan pertama dari semua pertimbangan.
Untuk mengetahui status hukum halal-haram suatu perdagangan, Kita harus melihat sistemnya sesuai tidak dengan prinsip-prinsip dasar perdagangan dalam syariat. Bila perdagangan selaras dengan prinsip syariat, halal untuk Kita jalankan, tapi bila terbukti menyeleweng dari salah satu prinsip atau bahkan lebih, sepantasnya kita mewaspadainya. Berikut beberapa prinsip syariat dalam perdagangan sistem dropshipping yang perlu diperhatikan.
1 – Kejujuran
Untuk mendapat keuntungan dari perniagaan bukan berarti menghalalkan kita melakukan dusta. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beberapa kesempatan menekankan pentingnya arti kejujuran dalam perdagangan, diantaranya melalui sabdanya, “Kedua orang yang terlibat transaksi jual-beli, selama belum berpisah, memiliki hak pilih untuk membatalkan atau meneruskan akadnya. Bila keduanya berlaku jujur dan transparan, maka akad jual-beli mereka diberkahi. Namun bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya keberkahan penjualannya dihapuskan.”
2 – Jangan Menjual Barang yang tidak Anda Miliki/Menjual Barang Milik Orang Lain Tanpa Izin
Islam sangat menekankan kehormatan harta kekayaan kepada para penganutnya. Karena itu Islam mengharamkan berbagai bentuk tindakan merampas atau pemanfaatan harta orang lain tanpa izin atau kerelaan darinya. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.” (QS. An-Nisa’ 29).
“Tidak halal harta orang Muslim, kecuali atas dasar kerelaan jiwa darinya.” (HR. Ahmad, dan lainnya). Begitu besar penekanan Islam tentang hal ini, sehingga Islam menutup segala celah yang dapat menjerumuskan umat Islam kepada praktik memakan harta saudaranya tanpa alasan yang dibenarkan.
3 – Hindari Riba dan Berbagai Celahnya
Sejarah umat manusia telah membuktikan bahwa praktik riba senantiasa mendatangkan kehancuran tatanan ekonomi masyarakat. Wajar bila Islam mengharamkan praktik riba dan berbagai praktik niaga yang dapat menjadi celah terjadinya praktik riba. Di antara celah riba yang telah ditutup dalam Islam adalah dalam hal menjual kembali barang yang telah Anda beli namun secara fisik belum sepenuhnya Anda terima dari penjual.
Belum sepenuhnya Anda terima bisa jadi:
(1) Anda masih dalam satu tempat dengan penjual (belum berpisah tempat), atau
(2) Fisik barang belum Anda terima, walaupun Anda telah berpisah tempat dengan penjual.
Pada kedua kondisi tersebut Anda belum dibenarkan menjual kembali barang yang telah Anda beli. Hal ini mengingat kedua kondisi tersebut menyisakan celah terjadinya praktik riba.
Sahabat Ibnu Umar Radhiallahu ‘anhuma mengisahkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari menjual kembali setiap barang di tempat barang itu dibeli, hingga barang itu dipindahkan oleh para pembeli ke tempat mereka masing-masing.” (HR. Abu dawud dan Al-Hakim)
Dalam hadis lain beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia benar-benar telah menerimanya.” Ibnu ‘Abbas berkata, “Dan saya berpendapat bahwa segala sesuatu hukumnya seperti bahan makanan.”
Sahabat Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma ditanya lebih lanjut tentang alasan larangan tersebut menyatakan, “Yang demikian itu karena sebenarnya yang terjadi adalah menjual dirham dengan dirham, sedangkan bahan makanannya ditunda (sekadar kedok belaka).”
Sistem dropshipping pada praktiknya bisa melanggar ketiga prinsip terebut, atau salah satunya, sehingga keluar dari aturan syariat alias haram. Seorang dropshipper bisa aja mengaku sebagai pemilik barang atau sebagai agen. Padahal kenyataannya tidak demikian. Karena dusta, konsumen menduga ia mendapatkan barang dengan harga murah dan terbebas dari praktik percaloan. Padahal kenyataannya tidak demikian. Andai ia menyadari sedang berhadapan dengan seorang pihak kedua – bukan pemilik produk, bisa saja ia membatalkan pembeliannya.
Pelanggaran bisa juga berupa dropshipper menawarkan, lalu menjual barang yang belum ia terima. Ini walaupun ia telah membelinya dari supplier. Dengan demikian, dropshipper melanggar larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana tersebut dalam di atas. Atau bisa jadi dropshipper menentukan keuntungan melebihi yang diizinkan supplier. Jelaslah, ulah dropshipper merugikan supplier, karena barang dagangan miliknya telat laku, atau bahkan kehilangan pasar.
Lalu, solusinya bagaimana nih?
Agar terhindar dari berbagai pelanggaran-pelanggaran tersebut, Kita dapat melakukan salah dari beberapa alternatif berikut ini.
Alternatif Pertama: Sebelum menjalankan sistem dropshipping, terlebih dahulu Kita menjalin kesepakatan kerjasama dengan supplier. Atas kerjasama ini Kita mendapatkan wewenang untuk turut memasarkan barang dagangannya. Atas partisipasi Kita, Kita berhak mendapatkan fee alias upah yang nominalnya telah disepakati bersama (bisa berupa diskon khusus atau harga khusus untuk anda). Penentuan fee bisa saja dihitung berdasarkan waktu kerjasama. Atau berdasarkan jumlah barang yang telah Anda jual. Bila alternatif ini yang Kita pilih, berarti Kita bersama supplier menjalin akad ju’alah (jual jasa). Ini salah satu model akad jual-beli jasa yang upahnya ditentukan sesuai hasil kerja, bukan waktu kerja.
Contoh yang pernah saya lakukan dengan Cara PERTAMA ini, saya menjalin kerjasama dengan supplier penyedia berbagai produk dengan melakukan pendaftaran sebagai member dropship dari produk yang dia jual di toko onlinenya, yah bisa dikatakan daftar sebagai agen pemasaran produknya. Sebagai member dropship, saya mendapatkan harga member yang lebih murah dibanding beli eceran/harga umum, harga bervariasi tergantung produknya. Jadi Supplier itu dalam toko onlinenya menawarkan, jika saya menjadi membernya maka akan diberi harga penjualan produk yang berbeda (lebih murah), dan saya diberitahu harga eceran/harga umum yang bisa kita tawarkan pada orang lain. Ini screenshot di area belanja membernya. Berdasar Gambar dibawah ini, member dropship mendapat diskon 20% (15.800) dari harga eceran/harga umum (79 rb), sehingga member dropship cukup membeli produk speaker ini seharga 63.200. Lumayan khan hasilnya?.. dapat diskon 15.800 dari 1 produk.. itu baru satu produk, belum dari produk yang lain 🙂
Contoh penawaran kerjasama dengan member dropship/reseller oleh Supplier produk seperti ini:
- ini untuk contoh ya.. tapi contoh ini memang beneran, sekalian promosikan produk Afrakids.
CATATAN PENTING:
Ada Pelaku dropship yang melakukan usaha dropship menjualkan produk dari supplier dengan mengambil gambar dari si Supplier tanpa izin dan tanpa ada akad kerjasama dengan si Supplier lalu langsung promosi menjual pada konsumen, Nah.. seperti ini yang tidak diperbolehkan dan jangan dilakukan.
Alternatif Kedua: Kita dapat mengadakan kesepakatan dengan calon konsumen. Atas jasa Kita untuk pengadaan barang yang dipesan konsumen, Kita mensyaratkan imbalan dalam nominal tertentu atau terserah konsumen anda mau membayar jasa anda berapa (seikhlasnya). Dengan demikian, Kita menjalankan model usaha jual-beli jasa/maklar, atau semacam biro jasa pengadaan barang.
Contoh yang saya lakukan dengan Cara KEDUA ini, Saya pernah dimintai bantuan membelikan penguat WIFI via online oleh saudara saya. Nah, berhubung saya bisa mencarikan produk yang diinginkan dan melakukan order untuknya maka saudara saya mau memberikan fee/ukhro untuk saya.. tapi saya menolaknya karena memang dari awal ikhlas untuk membantu. Jika kita mensyaratkan fee/imbalan untuk jasa kita itu boleh, dengan syarat ditentukan dari awal dengan kesepakatan bersama. Jangan saat sudah terjadi transaksi baru kita minta imbalan yang mana ini tidak ada dalam perjanjian awal.
Cara ini yang biasa digunakan para Maklar/perantara penjualan tanah/rumah, kalau ada pembeli yang membeli lewat maklar ini maka si maklar dapat sekian persen dari harga pembelian rumah/tanah dari si penjual rumah/tanah.
Alternatif Ketiga: Kita dapat menggunakan skema akad salam. Dengan demikian, Kita berkewajiban menyebutkan berbagai kriteria barang kepada calon konsumen, baik dilengkapi dengan gambar barang atau tidak. Dalam menawarkan, Kita tidak menawarkan dengan kata ‘JUAL’ tapi dengan kata ‘PESAN/ORDER’. Setelah ada calon konsumen yang berminat terhadap barang yang Kita tawarkan dengan harga yang disepakati, barulah Kita mengadakan barang. Skema salam barangkali yang paling mendekati sistem dropshipping. Walau demikian, perlu dicatat adanya dua hal penting yang mungkin membedakan di antara keduanya.
1. Dalam skema akad salam, calon konsumen harus membayar tunai alias lunas pada awal akad.
2. Semua risiko selama pengiriman barang hingga barang tiba di tangan konsumen menjadi tanggung jawab dropshipper (Kita sebagai pelaku dropship), dan bukan supplier.
Contoh yang saya lakukan dengan Cara KETIGA ini, saya menawarkan produk dari supplier dengan membuat Landing Page untuk menjelaskan Produk WALLET NINJA di SINI
Anda bisa order kalau mau.. hehe.. 😉
Oh ya, Istri saya telah mempraktekkan Alternatif pertama, kedua dan ketiga dengan berjualan di Toko Online dan akun Facebooknya , dia kerjasama dengan supplier dekat rumah menjadi agen pemasaran produknya – foto produk kadang didapat dari supplier kadang foto dengan kamera sendiri dengan izin pemilik produk, lalu dipasang dan ditawarkan via Toko Online dan Media Facebook. Kalau ada yang order maka dicarikan di supplier dan di packing dan dikirim sendiri. Dan jika ada order/pesanan langsung dari konsumen juga dilayani dan langsung dicarikan ke supplier dengan harga yang telah disepakati di awal pemesanan. Pengen tahu toko onlinenya? Ini nih namanya Toko TopGading.
Alternatif Keempat: Kita menggunakan skema akad murabahah lil ‘amiri bissyira’ (pemesanan tidak mengikat). Yaitu ketika ada calon konsumen yang tertarik dengan barang yang Kita pasarkan, segera Kita mengadakan barang tersebut sebelum ada kesepakatan harga dengan calon pembeli. Setelah mendapatkan barang yang diinginkan, segera Kita mengirimkannya ke calon pembeli. Setiba barang di tempat calon pembeli, barulah Kita mengadakan negosiasi penjualan dengannya. Calon pembeli memiliki wewenang penuh untuk membeli atau mengurungkan rencananya.
Terus terang untuk alternatif keempat ini saya belum pernah mempraktekkannya karena sangat beresiko, sedangkan saya akan lebih memilih yang resikonya kecil daripada yang resikonya besar.
Dan mungkin Anda berkata, bila alternatif tersebut yang saya pilih, betapa besar risiko yang harus saya pikul. Betapa susahnya kerja saya. Terlebih bila calon pembeli berdomisi jauh dari tempat tinggal saya.
Sobatku, apa yang Anda utarakan benar adanya. Karena itu, mungkin alternatif tersebut yang paling sulit untuk diterapkan. Terutama bila Anda menjalankan bisnis secara online. Walau demikian, bukan berarti risiko besar tidak dapat ditanggulangi. Untuk menanggulanginya, sebagai penjual, Anda dapat mensyaratkan hak khiyar (hak pilih membatalkan pembelian) kepada supplier dalam batas waktu tertentu. Dengan demikian, bila calon pembeli batal membeli, Anda dapat mengembalikan barang kepada supplier. Sebagaimana Anda juga dapat mensyaratkan kepada calon pembeli bahwa bila batal membeli, ia menanggung seluruh biaya mendatangkan barang dan mengembalikannya kepada supplier.
Artikel ini berdasarkan ilmu dan praktek yang saya ketahui dari berbagai sumber yang bisa dipercaya, adapun kebenarannya hanya Allah yang Maha Mengetahui. Jika ada kesalahan, kekurangan, dan kalimat yang kurang berkenan di hati sobat pembaca artikel ini – saya minta maaf ya..maklum saya manusia biasa.. Harapan saya semoga artikel ini dapat membantu memberikan pencerahan 🙂
